Gagal Setor : Penegak Hukum Di Minta Segera Ungkap Bocoran Anggaran PDAM Purwakarta

Indojabar News — Pasca Mundurnya Direktur Utama Perusahaan Umum Daerah Air Minum Gapura Tirta Rahayu Kabupaten Purwakarta, Dadang Saputra. Sejumlah pihak meminta aparat penegak hukum lebih proaktif lagi melakukan penyelidikan terhadap dugaan kebocoran sejumlah anggaran di perusahaan yang sebelumnya bernama PDAM tersebut.

Langkah ini dinilai penting untuk memastikan ada tidaknya praktik nakal pengelolaan keuangan di perusahaan plat merah yang beralamat di Jalan Basuki Rahmat Purwakarta itu. Terlebih, anggaran yang dikelola perusahaan tersebut cukup besar. Sedangkan bagi hasil ke daerahnya sangat kecil, bahkan nyaris tidak ada.

“Harus diungkap ke publik. Paling tidak ini untuk meng-clear-kan. Dan PDAM harus terbuka. Toh itu badan usaha milik publik,” ujar Ketua DPC Pospera Kabupaten Purwakarta, Sutisna Sonjaya kepada awak media, Minggu (15/10).

Baca Juga : Kabar Duka : Ketua DPRD Purwakarta Meninggal Dunia

Sangat ironi, lanjut Tisna, perusahaan yang berdiri sejak 1978 tersebut tidak kunjung memberikan kontribusi yang besar bagi daerah. Padahal, selain mengelola dana rutin yang masuk dari pelanggan, hampir setiap tahun PDAM Purwakarta juga memperoleh suntikan dana penyertaan modal dari APBD Kabupaten, Provinsi hingga pusat.

“Ketika muncul kasus gagal setor ke kas daerah, hal ini mengindikasikan dalam pengelolaan keuangannya ada masalah. Bahkan mungkin sudah sangat kronis. Sangat tepat kalau APH menyelidiki,” katanya.

Diketahui, PDAM Purwakarta dilaporkan gagal setor bagi hasil pendapatan ke kas daerah. Padahal, setiap bulan perusahaan tersebut memperoleh pemasukan Rp1,9 miliar atau Rp22,8 miliar pertahun dari 23 ribu pelanggan sektor rumah tangga. Belum dari sektor niaga dan industri.

Tak berhenti di situ, hampir setiap tahun anggaran dari APBD Purwakarta, provinsi hingga pusat juga kerap digelontorkan sebagai dana penyertaan modal. Jika diakumulasi, angkanya sudah lebih dari Rp100 miliar.

MENANGIS DALAM RANGKULAN OM ZEIN || WARGA CIGANEA 8 BULAN TAK BISA JALAN

Privatisasi PDAM Purwakarta?
Selain itu, muncul juga wacana agar dilakukan privatisasi terhadap perusahaan air minum milik Pemkab Purwakarta itu. Wacana privatisasi atau swastanisasi itu adalah soal pengalihan peran pemerintah dalam pengelolaan penyediaan pelayanan publik oleh Perusahaan Umum Daerah Air Minum Gapura Tirta Rahayu Kabupaten Purwakarta kepada pihak swasta.

“Dengan catatan tetap berpatokan pada regulasi yang sejalan pada peningkatan PAD dan peningkatan layanan publik dalam pemenuhan kebutuhan air minum warga yang dikelola secara profesional,” ujar Ketua BPC Gapensi Kabupaten Purwakarta, Irwan P Abdurahman, belum lama ini.

Menurutnya, yang menjadi salah satu alasan privatisasi adalah bahwa pengelolaan perusahaan dapat ditangani secara lebih baik dan efisien oleh pihak swasta yang kompeten dan profesional. Sementara berkaitan dengan tarif dan hal strategis lainnya tetap di bawah komando pemerintah daerah atau bupati sebagai kuasa pemilik modal (KPM).

Pentolan Kadin Purwakarta itu juga mengungkapkan, awalnya istilah privatisasi BUMD tidak dikenal, karena sebelumnya tidak diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1962 tentang perusahaan daerah.

“Namun dengan berlakunya undang-undang momor 23 tahun 2014 dan ditambah dengan peraturan pemerintah nomor 54 tahun 2017. Kedua aturan tersebut memberikan dasar hukum, tidak hanya untuk BUMD secara umum, namun juga mengenai privatisasi atau swastanisasinya,” kata Irwan.

Pasalnya, lanjut Irwan, keberadaan BUMD membawa peran penting dalam rangka mendukung program pembangunan daerah, ibarat sebuah perusahaan, BUMD dijadikan sebuah instrumen untuk mengelola suatu bisnis yang memiliki prospek keuntungan. Di mana dengan adanya keuntungan tersebut akan menjadi pemasukan bagi daerah untuk membiayai pembangunan daerahnya melalui basis penganggaran yang terdapat dalam APBD.

“Selama ini tak dapat dipungkiri, bahwa pengelolaan BUMD masih mengandalkan subsidi yang dialokasikan dalam APBD, padahal tujuan utama dari pembentukan BUMD adalah untuk mendapatkan keuntungan bagi daerah, namun pada kenyataan banyak BUMD yang mengalami in efisiensi dan in efektifitas dalam pengelolaannya,” kata Irwan.

“Kondisi semacam itu, dapat mengakibatkan kemerosotan perekonomian daerah, dan pemerintah daerah terbebani untuk menganggarkan subsidi di antaranya dengan penyertaan modal, demi mempertahankan keberlangsungan BUMD,” lanjut Irwan.

Ia juga mengatakan, privatisasi BUMD merupakan langkah yang perlu dipertimbangkan dengan serius oleh jajaran Pemerintah Daerah Kabupaten Purwakarta mengingat krusialnya peran BUMD dalam perkembangan perekonomian daerah.

“Secara umum perusahaan daerah dituntut dapat memberikan manfaat bagi perkembangan perekonomian daerah sesuai dengan potensinya, dengan menyelenggarakan kemanfaatan umum berupa penyediaan barang dan jasa yang bermutu bagi pemenuhan hajat hidup orang banyak. Tentu saja, juga untuk memperoleh keuntungan yang berimbas pada penambahan PAD,” tutur Irwan.

Dikabarkan sebelumnya, perusahan air minum di Purwakarta itu sejauh ini telah menerima gelontoran dana penyertaan modal yang telah dibukukan pada 2020 dan 2021. Nilainya, cukup fantastis, totalnya mencapai Rp122 miliar lebih. Penyertaan modal itu berasal dari pemerintah pusat dan daerah.

Pertama, ada penyertaan modal yang sudah dibukukan sampai dengan 2020 sebesar Rp41,9 miliar. Kemudian, ada penyertaan modal yang dibukukan pada 2021 yang mencapai Rp80,6 miliar.

Sementara, untuk penyertaan modal yang dibukukan pada 2022 dan 2023 ini, belum diperoleh informasi lebih lanjut. Hingga naskah ini ditulis, awak media belum mendapatkan keterangan dari jajaran direksi atau pihak terkait lainnya. Lalu, apakah perlu dilakukan audit terhadap perusahaan air minum itu?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

RSS
Follow by Email
WhatsApp